Metrologi Industri

 Sejarah Singkat Metrologi Industri

Sejarah Singkat Metrologi Meskipun standarisasi berat dan panjang telah menjadi tujuan kemajuan sosial dan ekonomi sejak zaman dahulu, namun baru pada abad ke-18 terdapat suatu kesatuan sistem dari pengukuran. Sistem satuan berat dan panjang pada awalnya didasarkan pada morfologi manusia. Nama-nama satuan merupakan bagian tubuh: inci atau pouce, tangan, kaki, dan yard atau satu hasta berhubungan dengan dimensi tubuh manusia. Kekurangannya, unit-unit pengukuran ini tidak tetap; mereka bervariasi dari satu kota ke kota lain, dari satu pekerjaan ke yang lain, dan pada jenis objek yang akan diukur. Ketidakseragaman standar pengukuran adalah sumber kesalahan dan potensi kecurangan dalam transaksi komersial dan sosial, menjadi penghambat perdagangan internasional dan mencegah perkembangan ilmu pengetahuan secara internasional. Dengan perluasan industri dan perdagangan, ada kebutuhan yang meningkat untuk harmonisasi berat dan panjang antar negara. Politisi dan ilmuwan telah berupaya mencari jalan keluar dengan mengadopsi standar pengukuran (panjang atau berat ) dibandingkan dengan standar (étalon) diambil dari 

Salah satu langkah pertama adalah menentukan standar meter ,yang didefinisikan dalam Keputusan Majelis Nasional Prancis (7 April 1795) sebagai sama dengan bagian sepersepuluhjuta dari seperempat meridian bumi, namun bagian meredian yang dilakukan pengukuran hanya dari Dunkerque dan Barcelona yang melewati kota Paris. Setelah unit dasar panjang telah diputuskan, maka sangat memungkinkan untuk membuat unit satuan turunan : meter persegi (untuk luas) dan meter kubik (untuk volume). Kilogram awalnya didefinisikan sebagai berat volume tertentu air sebagai cairan yang mudah dimurnikan. Suatu sistem kelipatan sederhana dari satuan dasar dengan mudah dapat diperluas. Sistem metrik desimal diperkenalkan di Perancis pada 7 April 1795 dengan penetapan Undang-undang "Berat dan Panjang ". Hal ini menyebabkan perubahan besar dalam kehidupan sehari-hari, memudahkan perhitungan, misalnya, area dan volume. Konversi dari sebuah sub-ganda untuk beberapa unit panjang dapat dilakukan hanya dengan memindahkan penanda desimal - dua atau tiga tempat untuk luas atau volume, masing-masing.Standar pertama (étalons) dari meter dan kilogram, yang merupakan rujukan pembanding dari tiruannya yang ada di negara-negara dunia disimpan di Archives of Republik Perancis tahun 1799, didedikasikan untuk "semua orang dan setiap waktu".Karena kesederhanaan dan universalitas, sistem desimal metrik menyebar dengan cepat di luar Perancis. Pengembangan kereta api, pertumbuhan industri dan semakin pentingnya pertukaran sosial dan ekonomi memerlukan unit standar pengukuran yang akurat dan dapat diandalkan. Diadopsi pada awal abad ke-19 di Italia di beberapa provinsi, sistem metrik menjadi wajib di Belanda dari tahun 1816 dan dipilih oleh Spanyol pada tahun 1849. Di Prancis, sistem metrik desimal secara eksklusif diadopsi dengan Undang -undang 4 Juli 1837. 

Setelah 1860, negara-negara Amerika Latin mengadopsi meter, dan ada peningkatan yang stabil dalam adopsi dari sistem metrik oleh negara-negara lain selama paruh kedua abad kesembilan belas (misalnya, Amerika Serikat, 1866, Kanada , 1871, Jerman, 1871). Namun, negara ini bergantung pada standar nasional mereka pada salinan dari prototipe asli. Ketergantungan ini, bersama dengan kurangnya keseragaman dalam membuat salinan, terbatas standarisasi internasional yang diinginkan. Untuk mengatasi kesulitan ini, Biro International des Poids et Mesures (BIPM) didirikan dengan melalui ketentuan perjanjian diplomatik yang dikenal sebagai Konvensi Meter pada tanggal 20 Mei 1875. Untuk merayakan penandatanganan Konvensi Meter, tanggal 20 Mei adalah dikenal sebagai Hari Metrologi Dunia.(World Metrology Day.) 

Sumber : Biro International des Poids et Mesures (BIPM)/metroloko.blogspot.com 


 Metrologi Industri

Metrologi (ilmu pengukuran) adalah disiplin ilmu yang mempelajari cara-cara pengukuran, kalibrasi dan akurasi di bidang industri, ilmu pengetahuan dan teknologi. Metrologi mencakup tiga hal utama:
  1. Penetapan definisi satuan-satuan ukuran yang diterima secara internasional (misalnya meter)
  2. Perwujudan satuan-satuan ukuran berdasarkan metode ilmiah (misalnya perwujudan nilai meter menggunakan sinar laser)
  3. Penetapan rantai ketertelusuran dengan menentukan dan merekam nilai dan akurasi suatu pengukuran dan menyebarluaskan pengetahuan itu (misalnya hubungan antara nilai ukur suatu mikrometer ulir di bengkel dan standar panjang di laboratorium standar)
Metrologi dikelompokkan ke dalam tiga kategori utama dengan tingkat kerumitan dan akurasi yang berbeda-beda:
  1. Metrologi Ilmiah: berhubungan dengan pengaturan dan pengembangan standar-standar pengukuran dan pemeliharaannya.
  2. Metrologi Industri: bertujuan untuk memastikan bahwa sistem pengukuran dan alat-alat ukur di industri berfungsi dengan akurasi yang memadai, baik dalam proses persiapan, produksi, maupun pengujiannya.
  3. Metrologi Legal: berkaitan dengan pengukuran yang berdampak pada transaksi ekonomi, kesehatan, dan keselamatan.
Bidang-bidang Metrologi
Metrologi Ilmiah dibagi oleh BIPM (Bereau International des Poids et Measures), Biro Internasional Timbangan dan Takaran menjadi 9 bidang teknis:
  • massa dan besaran terkait
  • kelistrikan
  • panjang
  • waktu dan frekuensi
  • suhu
  • radiasi pengion dan radioaktivitas
  • fotometri dan radiometri
  • akustik
  • jumlah zat

 Metrologi Industri di Indonesia

Legalitas metrologi di Indonesia berpijak pada Undang-undang Republik Indonesia No. 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal (UUML) yang mengatur hal-hal mengenai pembuatan, pengedaran, penjualan, pemakaian, dan pemeriksaan alat-alat ukur, takar, timbang dan perlengkapannya. Sesuai dengan amanat UUML tersebut, maka ditetapkanlah Peraturan Pemerintah (PP) No. 2 Tahun 1989 tentang Standar  Nasional untuk Satuan Ukuran (SNSU) yang menjabarkan perihal penetapan, pengurusan, pemeliharaan dan pemakaian SNSU sebagai acuan tertinggi pengukuran yang berlaku di Indonesia. Selain itu, ditetapkan pula Keppres No. 79 tahun 2001 tentang Komite Standar Nasional untuk Satuan Ukuran (KSNSU) sebagai penjabaran UUML yang mengharuskan adanya lembaga yang membina standar nasional. Keppres ini memandatkan bahwa pengelolaan teknis ilmiah SNSU diserahkan kepada Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Secara tidak langsung, Keppres ini berisi penunjukkan Lembaga Metrologi Nasional atau National Metrology Institute (NMI) kepada salah satu unit kerja di LIPI. Dalam hal ini, Pusat Penelitian Kalibrasi, Instrumentasi, dan Metrologi (Puslit KIM–LIPI) adalah unit organisasi di bawah LIPI yang bidang kegiatannya paling berkaitan dengan pengelolaan standar nasional. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa Puslit KIM–LIPI merupakan instansi pemerintah yang menjalankan fungsi sebagai Lembaga Metrologi Nasional atau NMI di Indonesia.
Semua SNSU yang diperlihara dan disediakan oleh Puslit KIM–LIPI merupakan standar tertinggi di Indonesia untuk pengukuran fisika seperti panjang, waktu, massa dan besaran terkait, kelistrikan, suhu, radiometri dan fotometri, serta akustik dan getaran. Puslit KIM–LIPI tidak memiliki standar acuan atau Certified Reference Material (CRM) untuk pengukuran kimia dan tidak memelihara SNSU untuk pengukuran dalam bidang radiasi nuklir karena kedua bidang pengukuran ini tidak termasuk dalam lingkup kompetensinya.
Pusat Penelitian Kalibrasi, Instrumentasi dan Metrologi (Puslit KIM–LIPI) merupakan NMI untuk pengukuran fisika di Indonesia. Tugas dari NMI adalah mendiseminasikan kemamputelusuran pengukuran yang diakui secara internasional kepada laboratorium kalibrasi terakreditasi, produsen CRM terakreditasi, laboratorium rujukan terakreditasi, penyelenggara uji profisiensi teregistrasi dan laboratorium penguji terakreditasi. Dalam hal ini, Puslit KIM-LIPI selaku NMI mendiseminasikan ketertelusuran pengukuran fisika kepada laboratorium penguji melalui jaringan laboratorium kalibrasi terakreditasi. Dengan demikian sistem ketertelusuran nasional di bidang pengukuran fisika sudah terbangun.
Lain halnya untuk pengujian kimia, sistem ketertelusuran nasional di bidang pengujian kimia belum terbangun, padahal lebih dari 70% pengujian yang dilakukan di Indonesia adalah pengujian kimia. Hal ini menunjukkan adanya ketimpangan yang serius dalam infrastruktur pengujian kimia. Terdapat beberapa pengecualian misalnya PPOMN dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sudah sejak tahun 1990 berperan sebagai laboratorium rujukan tingkat nasional dan produsen CRM di bidang pengujian obat dan makanan. Selain itu, Balai Besar Pengolahan dan Pengembangan Hasil Perikanan (BBP2HP)–Kementrian Kelautan dan Perikanan serta Pusat Sarana Pengendalian Dampak Lingkungan (PUSARPEDAL)-Kementrian Lingkungan Hidup juga berperan sebagai laboratorium rujukan masing-masing untuk produk perikanan dan lingkungan. Pusat Penelitian Kimia–LIPI baru memperoleh mandat sebagai Pengelola Teknis Ilmiah Standar Nasional untuk Satuan Ukuran di bidang Metrologi Kimia pada tahun 2007, berdasarkan keputusan Kepala LIPI nomor 237/M/2007.

Pentingnya Metrologi

Salah satu faktor penting untuk kemajuan suatu negara adalah pertumbuhan ekonominya. Perdagangan internasional amat diperlukan dalam memacu pertumbuhan ekonomi. Namun terdapat penghambat yang besar untuk peningkatan perdagangan antar negara, salah satunya adalah Technical Barrier to Trade (TBT) atau hambatan teknis perdagangan. Disamping itu persaingan antar negara yang semakin meningkat dalam era perdagangan bebas sekarang ini menuntut kualitas yang tinggi bagi produk-produk yang dipasarkan, artinya kualitas yang dapat diterima oleh pasar yaitu kualitas produk yang memenuhi regulasi dan standar internasional. Kualitas suatu produk dinyatakan dalam sertifikat pengujian produk tersebut. Disini diperlukan data yang valid yang berarti hasil uji di negara pengekspor komparabel (tidak berbeda) dengan di negara pengimpor. Tanpa pengujian yang valid tidak ada jaminan bahwa kualitas produk memenuhi regulasi/standar internasional dan hal ini dapat menghambat ekspor.
Lemahnya infrastruktur metrologi yang diakui internasional merupakan akar penyebab hambatan teknis seperti diuraikan diatas, yang juga berarti menghambat perkembangan ekonomi negara. Dalam hal ini negara-negara berkembang merupakan kelompok yang paling dirugikan oleh adanya TBT, termasuk diantaranya Indonesia. Dilain pihak, membanjirnya produk manufacturing impor saat ini sudah mengancam kelangsungan hidup sebagian industri dalam negeri. Hal ini terjadi karena SNI (Standar Nasional Indonesia) untuk produk terkait belum tersedia, yang artinya infrastruktur laboratorium pengujian untuk produk tersebut juga belum ada. SNI diperlukan untuk menangkal/membatasi masuknya produk-produk non standar berkualitas rendah yang merugikan konsumen, merusak pasaran dan mematikan industri lokal.
Lembaga Metrologi Nasional, NMI yang kompeten sangat dibutuhkan sebagai landasan terbentuknya infrastruktur metrologi nasional yang kuat dan kokoh. Dengan adanya infrastruktur metrologi yang kuat dan kokoh, maka masalah-masalah nasional yang bermuara dari tidak akuratnya data hasil pengujian dapat diatasi. Selain itu, segala hambatan perdagangan (TBT) dapat ditanggulangi sehingga akan meningkatkan perekonomian nasional.

Sumber : 
  •  www.wikipedia.org
  • (Inggris) de Silva, GMS (2002). Basic Metrology for ISO 9000 Certification, Butterworth Heinemann ISBN 0-7506-5165-2
  • (Indonesia) Drijarkara, A. P, Ghufron Z., (2005), Metrologi: Sebuah Pengantar, Pusat Penelitian Kalibrasi, Instrumentasi, dan Metrologi (Puslit KIM–LIPI)
  • (Inggris) Howarth, P., Fiona R. (2008), Metrology in Short 3rd Ed. EURAMET, UK
  • (Inggris) Howarth, P., MetroTrade-Metrological Support for International Trade, NPL-EUROMET, http://www.metrotrade.dk/
  • (Inggris) Kaarls, R. (2006), Metrology in Chemistry: Rapid Developments in The Global Metrological Infrastructure, the CIPM MRA and its economic and social impact”, Accred Qual Assur 11, PP. 162-171
  • (Inggris) Kim, J.S. (2008), National Policy and Infrastructure in Korea, presented at APMP Workshop on Metrology in Chemistry for Industrial Competitiveness and High Quality of Life, Jakarta, 30-31 Oktober 2008
  • (Inggris) Morris, Alan S. (2001), Measurement and Instrumentation Principles, Butterworth Heinemann, ISBN 0-7506-5081-8
  • (Indonesia) Sumardi, Djulia K., (2010), Metrologi Kimia, Warta Kimia Analitik Nomor 18 Tahun XV, Pusat Penelitian Kimia-LIPI
  • (Inggris) Quinn, T., J. Kovalevsky, (2005), The Development of Modern Metrology and Its Role Today, Phil Trans R Soc A 363 (2005) 2307-2327


Tidak ada komentar:

Posting Komentar